Berita Singkat

Bersama berbagi Suka, Bersama Meringankan Derita .......PERWAKAB Bisa!

Rabu, 05 Oktober 2011

Masa Transisi Yang Menimbulkan Luka.

Telah terjadi Peristiwa Besar di Kalimantan Barat pada jam 12 siang, tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1967, dalam sejarah Nasional tidak pernah ditulis secara Jelas, tangisan, air mata dan darah tercecer dimana– mana, demi kepentingan politik Pemerintah Pusat. Tanpa memikirkan dampaknya bagi
warga keturunan China (Tionghoa) yang tempat tinggalnya yang dekat dan berbatasan dengan Malaysia akibatnya diusir diantara Desa–Desa, Darit, Sidas, Pahuman, Sinakin, Sebadu, Salah Tiga, Mandor, Pak Bulu, Anjungan , Pakong, dll.
Strategi kerusuhan yang memang sudah diatur, dimana Penduduk Setempat ( pribumi ) dari Desa A menyerang Desa B, Desa B menyerang Desa C, jadi warga keturunan China(Tionghoa) baik pelaku maupun korban dibuat tidak saling kenal, Penduduk Setempat (Pribumi) mengikat kepala dengan kain merah Sebagai Tanda aksi penyerangan sudah boleh dimulai, Dengan suara yang menggema wooh,wooh, wooh, hu,hu …..menggemparkan seluruh Desa, warga keturunan china(Tionghoa) lari pontang – panting, tidak ada tujuan yang pasti , ada yang masuk kehutan, lari melalui jalur sungai menuju sungai landak, ada yang melewati jalan Propinsi. Hanya tangisan dan ketakutan yang menghinggapi Warga keturunan china(Tionghoa), Tidak ada Payung Hukum yang bisa memberikan Perlindungan, tidak ada perlindungan, tidak ada rasa aman yang bisa diharapkan dari Pemerintah Pusat, hanya Doa yang bisa dipanjatkan kepada Yang Maha Esa.

Setelah peristiwa tersebut, Desa–Desa menjadi mati, transportasi tidak berjalan, dan menjadi daerah terlarang maka hubungan dengan kota Pontianak-pun terputus. Penduduk Setempat (Pribumi) hidupnya menjadi susah karena bahan makanan pokok sehari–hari tidak ada yang menjual, dari hasil perkebunan atau hutan tidak ada yang membeli, contoh karet, kayu, buah tengkawang, durian.

Sebelumnya warga China(Tionghoa) & Penduduk Setempat (Pribumi) hidup normal, pada saat itu di Desa Salah Tiga, Desa Anjungan, sudah ada bioskop dan penggilingan padi, menggunakan bahan bakar solar. Perlu di ketahui warga keturunan pada waktu itu mata pencaharian mereka kebanyakan sebagai petani , peternak mereka bekerja dengan suka cita untuk mengisi kemerdekaan setelah Jepang pergi dari Indonesia .

Kalau kita tidak belajar dari sejarah kapan kita bisa jadi bangsa yang besar dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar